Perusahaanya Tutup, Tapi Orangnya Masih Bisa Diproses Hukum

SAMARINDA, KALPOSTONLINE | Perusda Kehutanan Sylva Kaltim Sejahtera yang bekerja sama dengan pihak ketiga dalam pengolahan kayu diduga merugikan keuangan daerah. Karena, sudah 4 tahun piutang perusda oleh akuntan publik dalam laporan hasil auditnya dalam kategori macet senilai Rp2.313.018.182. Selain piutang yang tidak tertagih, perusahan itu pun diketahui telah berhenti beroperasi.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyonomendesak Pemprov Kaltim meminta kejaksaan mengusut temuan auditor BPK dan Konsultan publik tersebut.
“Saya pikir masih bisa diproses secara hukum apakah mereka membayar. Namanya piutang pasti ada transaksi kerja sama, dikhawatirkan kalau pihak ketiga yang bekerja sama dengan perusda ini ternyata misalnya tidak ada dan dibuat – buat. Ini yang kita khawatirkan sehingga lebih baik terang benderang berdasarkan data awal yang sudah ada pemerintah melalui kejaksaan bisa mengusut,” tegas Tiyo kepada Kalpostonline, Jumat (27/8/21).
Menurutnya, kejaksaan perlu dilibatkan untuk mengusut, agar ada kepastian dan ada tanggungjawab dari perusda maupun perusahaan mitra kerja samanya terhadap pengunaan uang negara. Di sisi lain Pemprov Kaltim juga selaku pemegang saham harus maksimal dalam melakukan pengawasan agar memberikan kepercayaan kepada masyarakat
“Karena bagaimanapun perusda-perusda ini sudah dibiayai oleh uang pemerintah provinsi dan dari uang masyarakat. Walaupun perusdanya atau mitra kerjanya sudah tutup kita lihat dulu. Apakah rugi? Bangkrutkah? atau seperti apa? Tapi kan orang-orangnya masih ada,” katanya lagi.
Disinggung kasus perusda Kehutanan yang nyaris sama dengan kasus perusda PT. Agro Kaltim Utama, Ketua AMPG Kaltim ini menilai, hal itu bisa saja terjadi. Namun begitu, ia berharap hal tersebut tidak terjadi.
“Kita lihat dulu secara legal stadingnya, apakah ada permasalahan atau hanya resiko bisnis. Kalau perusahaanya tutup misalnya CV atau PT, ya tentu kan masih ada aset dan ada tanggung jawab di sana, melekat juga barang barang pribadi milik direksi-direksinya. Tidak bisa serta merta saat perusahannya tutup kemudian melepaskan tanggung jawab, tidak bisa begitu,” tegas politisi Golkar ini sambil mengungkap sejumlah persoalan keuangan perusda lainya. (AZ)