Paripurna DPRD Kaltim Diwarnai Cerita Pilu Pasien RS Pertamina Balikpapan

SAMARINDA, KALPOSTONLINE | Sidang Paripurna ke 4 DPRD Kalimantan Timur Senin (16/1/23) yang dipimpin Wakil Ketua Muhammad Samsun dikagetkan dengan interupsi anggota DPRD bernama Mimi Meriami BR Pane dari fraksi PPP. Politisi PPP ini menceritakan adanya pasien yang berobat di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan. Pasien itu bernama Sutrisno warga RT Margo Mulyo meninggal dunia diduga karena pelayanan rumah sakit yang kurang maksimal karena pasien tidak memiliki kemampuan untuk membayar biaya berobat.
“Kemarin baru ada kasus warga dari Balikpapan meninggal, karena masuk Rumah Sakit Pertamina warga pegang kartu KIS, saya tidak mengerti karena kartu KIS itu program dari pemerintah pusat, apakah masih ada masa berlakunya, tapi yang pasti warga tersebut tidak tertangani. Pertamina menolak untuk menangani harus bayar 10 juta, sementara warga tersebut warga kurang mampu. Dinego 2 juta Pertamina tidak bisa, tetap tidak mau,” kata Mimi Meriami BR Pane pada Kalpostonline.
Anggota Komisi III ini terus menceritakan bahwa RT menelpon dirinya terkait masalah itu. Ia kemudian menyarankan ke RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Kemudian dirinya menelpon pihak RSUD bahwa pihak RS Pertamina harus menelpon RSUD terlebih dahulu untuk menanyakan apakah ICU ada atau tidak dan begitu juga dengan ketersedian kamar.
“Saya mohon pemerintah provinsi memperhatikan hak-hak masyarakat yang kurang mampu, baik di RS swata maupun milik pemerintah,” katanya.
Usai Rapat Paripurna Mimi Meriami BR Pane menceritakan pada media ini bahwa warga itu bernama Sutrisno, warga RT. 19 Margo Mulyo Balikpapan Barat.
“Masuknya kemarin, saya dapat telpon itu pagi sekitar jam 7-an, kemudian kita telpon-telpon kita coba usaha ke RSUD dulu di Balikpapan, tapi kata Pertamina alatnya tidak lengkap di sana. Di UGD Pertamina sempat ditangani dikasih oksigen, detailnya saya nggak tahu persis, cuman sempat ditangani dipasangkan oksigen gitu aja tapi untuk penindakan lebih lanjut Pertamina minta dibayar 10 juta. Menurut saya harus jadi poin serius buat pemerintah jangan sampai ada lagi warga yang tidak mampu tidak dilayani apapun alasannya. Ini harus diklarifikasi supaya mereka juga bisa memperbaiki dan meningkatkan pelayanan,” tegasnya.
Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo meminta komisi yang membidangi soal itu untuk memanggil pihak rumah sakit untuk meminta penjelasan lebih lanjut atas kasus itu.
“Pemerintah tadi sudah disampaikan oleh Pak Samsun dan yang mewakili Gubernur Pak Didi untuk Menindaklanjuti. Jadi laporan-laporan dari anggota DPR yang disampaikan tadi yang pertama yaitu terkait dengan kesehatan.” kata Sigit pada media ini usai rapat paripurna, Senin (16/1/2023).
Politisi Partai Amanat Nasional ini menegaskan bahwa pimpinan DPRD Kaltim melalui Komisi IV akan memanggil pihak rumah sakit dan pihak BPJS untuk meminta keterangan soal kasus itu.
“Nanti pimpinan akan memanggil, saya sudah sampaikan ke teman-teman tadi termasuk juga Bu Mimi untuk memanggil. Tentu saja Dinas terkait, kemudian rumah sakit termasuk juga BPJS. Supaya ini terang-benderang seperti prosedurnya. Bagaimana ini ada KIS ada BPJS, KIS bagian dari BPJS kah? Karena ini kan krusial ini namanya orang sakit akhirnyakan meninggal nah ini,” pungkas Sigit pada Kalpostonline.
Dia juga sangat menyesalkan sikap pihak rumah sakit, kondisi ini akibat kurangnya koordinasi antara pihak rumah sakit dengan pemerintah setempat.
Direktur Utama Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) Muhammad Noor Khairuddin membantah tudingan yang mengatakan pihaknya meminta uang jaminan kepada keluarga pasien bernama Sutrisno yang kemudian meninggal dunia saat sedang membutuhkan pertolongan. Saat pasien masuk IGD Rumah Sakit Pertamina Balikpapan, Sabtu (14/1/2023) pagi, kata Noor Khairuddin, pihaknya langsung melakukan penanganan awal, yaitu tindakan pemasangan infus, EKG, CT Scan dan pemeriksaan dada.
“Itu dilakukan tanpa ada permintaan uang di depan kepada keluarga pasien. Penanganan sudah kami lakukan semuanya,” klaimnya.
Mengenai kartu peserta BPJS yang dimiliki pasien, menurut Noor Khairuddin, pihaknya memang meminta kartu tersebut dan memeriksanya. Dari pemeriksaan itu diketahui kalau BPJS KIS-nya sudah tidak aktif sejak bulan Mei 2022.
“Setelah kami lakukan pemeriksaan ternyata pasien Sutrisno ini untuk kartu BPJS KIS nya tidak aktif sejak Mei 2022 lalu,” ujar Khairuddin.
Bahkan mereka mengetahui pada Jumat (13/1/2023) malam sempat ada riwayat, kalau pasien Sutrisno ada pengobatan di RSUD Beriman Gunung Malang.
“Di RSUD Beriman juga BPJS KIS-nya tidak digunakan, dan kami juga sudah konfirmasi ke pihak BPJS Kesehatan yang jawabannya memang yang bersangkutan untuk pasien Sutrisno kartu BPJS KIS-nya sudah tidak aktif sejak Mei 2022 lalu,” kata Khairuddin.
Noor Khairuddin menjelaskan, jeda waktu saat pasien masuk IGD sampai meninggal dunia itu waktunya sekitar 2,5 jam. Pasien bernama Sutrisno masuk dalam kondisi koma, kesadaran menurun. Tim medis mengatakan pasien sangat tidak stabil dan kondisinya buruk, sehingga dilakukan penanganan sejak dari awal.
“Intinya tidak ada permintaan uang di IGD itu. Tidak benar karena tidak membayar pasien tidak ditangani dan kemudian pasien ini meninggal,” akunya. S
ementara Defid, istri pasien Sutrisno yang meninggal dunia memberi keterangan ada permintaan uang kepadanya pada saat penanganan di ruang IGD RSPB. Permintaan itu kepada dirinya sendiri yang mengurus surat menyurat administrasi itu di IGD RSPB. Dia mengaku diminta uang muka senilai Rp10 juta untuk penanganan pasien atas nama Sutrisno dengan alasan BPJS KIS-nya sudah non aktif.
“Demi Allah Mas, saya dimintain uang Rp10 juta, bilangnya kartu BPJS KIS suami saya ini sudah non aktif,” kata Defid.
Karena merasa berat nominal yang cukup besar Rp 10 juta, Defid dengan berbelas kasih meminta ada keringanan pembayaran. Dia mengusulkan kalau pembayaran untuk hitungan hari saja.
“Saya gak sanggup Mas kalau langsung ada Rp 10 juta, saya minta keringanan bayar perhari aja, saya cuma mampu bayar sekitar Rp2 jutaan,” akunya.
Sebagaimana dilansir beritakaltim.co, setelah meyakinkan pihak administrasi RSPB akan membayar uang senilai yang dijanjikan Defid, apa daya sang suami tercinta yang berada di IGD RSPB menghembuskan nafas terakhirnya.
“Saat itu posisi saya bolak-balik urus adminitrasi ini, dapat kabar suami saya sudah meninggal,” hela Defid.
Setelah berjuang kesana kemari, Defid harus merelakan kepergian sang suami, sebelum membawa pulang jenazah almarhum suami, Defid tetap dimintai pembayaran untuk penanganan rawat jalan saat di IGD, totalnya sekitar Rp1,6 juta.
“Ini ada kuitansinya, jadi tidak benar kalau saya itu tidak dimintain uang, pada saat masuk saja sudah langsung dimintain Rp10 juta karena BPJS KIS suami sudah non aktif,” pungkasnya. (AZ)