PT.Bara Kumala Sakti di Duga Dalam “Lingkaran” TPPU Rita Widyasari
Fitri: commission fee/ royalti fee yang saya terima yang diterima dari PT. BKS sebesar US$ 64.808.305

SAMARINDA,KALPOSTONLINE | Perusahaan Pertambangan Batubara PT. Bara Kumala Sakti Tbk (“BKS”) adalah perusahaan induk (Owner ) PT.BKS terletak di Desa Jembayan, Kecamatan LoaKulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Perusahaan itu di duga dalam “lingkaran” TPPU mantan Bupati Kukar Rita Widya Sari.
Pemilik saham awalnya adalah H.Masdari dan anaknya bernama Fitri Junaidi (“Sultan Samarinda”) hal ini diungkap HERMANTO JIGOT direktur Utama PT.BKS tahun 2008 – 2012.
Menurut Hermanto, Bahwa PT Bara Kumala Sakti pemilik saham awalnya H. Masdari dan Fitri Junaidi. Kemudian pada tahun 2008 saksi masuk sebagai pemegang saham, bersama H. Masdari, Fitri Junaidi, Ibu Mayang dan PT Kaltim Global Indonesia (PT KGI).
Bahwa pada awalnya memang ada pembagian royalti fee PT BKS kepada H. Syaukani (ayah Terdakwa I) mantan bupati Kukar sebesar USD 0,90/MT, tetapi pada tahun 2010 direvisi menjadi USD0,40/MT.Bahwa pembayaran royalti H. Syaukani diberikan melalui Hj. Dayang Kartini (istri H. Syaukani). PT BKS hanya menyediakan ijinnya sedangkan untuk produksi dibiayai oleh PT Kaltim Global Indonesia (PT KGI), jadi intinya PT BKS hanya menyediakan lahan dan ijinnya, setelah itu dicari investor untuk membiayai produksinya.
Awalnya mendirikan perusahaan kemudian mencari ijin pertambangan kepada pemerintah, setelah mendapat ijin operasi karena kita tidak mempunyai dana untuk operasi produksi dan penjualan, maka kita mencari investor. Untuk operasi produksi yang mahal untuk AMDAL dan Study Kelayakan serta Jaminan Reklamasi, ijin-ijin tersebut ke Dinas Lingkungan Hidup untuk AMDAL, kemudian Study Kelayakan dan Jaminan Reklamasi ke Dinas Pertambangan.Setelah mulai produksi dibutuhkan jalan, mesin, pembebasan lahan dan lainnya dilakukan oleh investor.
Bahwa pemilik perusahaan awal hanya membikin perusahaan, mencari ijin kemudian mencari investor untuk produksinya, tetapi kalau ada permasalahan dengan masyarakat pemilik perusahaan awal ikut menyelesaikannya. Bahwa kemudian pemilik perusahaan mendapatkan royalty fee.
Hermanto Jigot menjabat sebagai Direktur Utama PT Bara Kumala Sakti tahun 2008-2012. Bahwa PT Bara Kumala Sakti pernah mengajukan perubahan Kuasa Pertambangan (KP) menjadi Ijin Usaha Pertambangan (IUP) pada masa bupati Kukar di Jabat Rita Widyasari, sekitar tahun 2010.
Tahun 2009 PT BKS mendapat investor dari India, kemudian kami mendapat fee. Tahun 2012 saksi dikeluarkan dari PT BKS oleh pemegang saham PT KGI pemiliknya orang India.
Bahwa Royalti fee tersebut dibagikan kepada :
- Hermanto Jigot (saksi) : USD 0,22/MT, kemudian H. Masdari : USD 0,5/MT, merupakan Direktur PT BKS dan salah satu pemegang saham awal PT. BKS. Yang bersangkutan yang mendapatkan ijin Kuasa Pertambangan Peninjauan 2005. H. Masdari merupakan orang asli Tenggarong.
- Jumadi : USD 0,11/MT, merupakan salah satu pendiri PT BKS, yang bersangkutan merupakan orang yang sering membantu Hermanto Jigot.di PT BKS. Yang bersangkutan merupakan orang Samarinda.
- Rudiansyah Noor : USD 0,06/MT, yang bersangkutan merupakan tim geologis pada saat eksplorasi tambang PT BKS. Yang bersangkutan orang Samarinda.
- Saleh Abdulah : USD 0,06/MT yang bersangkutan merupakan tim geologis pada saat eksplorasi tambang PT BKS. Yang bersangkutan orang Samarinda.
- Fitri Junaidi: USD 0,06/MT. Merupakan anak dari H. Masdari dan pemilik saham bersama dengan H. Masdari. Yang bersangkutan kemudian yang menggantikan saksi sebagai penampung royalti fee yang didistribusikan kepada pihak-pihak yang ditentukan dalam perjanjian.
- Rohani : USD 0,06/MT, merupakan kakak kandung Fitri Junaidi dan anak pertama dari H. Masdari.
Bahwa setelah Hermanto Jigot (saksi) keluar dari PT BLS maka pengepul fee diganti oleh FITRI JUNAIDI untuk Didistribusikan.
Fakta lainya mengungkap bahwa Fitri Junaidi dalam keteranganya di bawah sumpah menjelaskan bahwa dirinya sebagai Komisari PT BKS sejak perusahaan berdiri tahun, 2004/2005.
Fitri Junaidi mengungkapkan bahwa Dirut pada tahun 2010 adalah Hermanto Jigot.
- Bahwa dalam produksi batu bara PT BKS memberikan royalti fee berdasarkan berdasarkan Akta Perjanjian Nomor 7.260/2009 tanggal 28 Mei 2009, yang dibuat oleh Handayani, SH selaku Notaris dan PPAT di Samarinda, maka royalti fee sebesar USD 3,3/MT penjualan batubara harus dibagikan kepada:
- Hermanto Cigot : USD 0,22/MT
- H. Masdari : USD 0,5/MT
- Jumadi : USD 0,11/MT
- Rudiansyah Noor : USD 0,06/MT
- Saleh Abdulah : USD 0,06/MT
- Saksi : USD 0,06/MT (Fitri Junaidi)
- Rohani : USD 0,06/MT
- Iskandar : USD 0,06/MT
- Rusfidi : USD 0,90/MT
- Idzuar : USD 0,27/MT
Menurut Fitri Junaidi Yang membagi besaran royalti fee ini adalah Hermanto Cigot selaku Direktur Utama PT. BKS pada tahun 2010.
” Jadi total commission fee/ royalti fee yang saya terima yang diterima dari PT. BKS sebesar US$ 64.808.305 dari total produksi sebesar 13.154.188 Matrik Ton,”
Fitri Junaidi, terungkap di fakta persidangan.
Keterangan Fitri Junaidi, Bahwa saham PT BKS sekarang dimiliki PT Kaltim Global Indonesia (KGI) sebesar 90 %, 6 % dimiliki oleh H. Masdari, dan 4 % dimiliki oleh Saksi (Fitri Junaidi) . Saham PT. KGI dipegang oleh PT. Synco Global Indonesia dan PT. Core Energy Indonesia.
Pada Bulan Desember 2010 sesuai Akta perjanjian Nomor 318/L/XII/SDN/2010 tanggal 04 Desember 2010,royalti fee sebesar USD 0,90/MT yang menjadi bagian Rusfidi, dialihkan sebagian yaitu sebesar USD 0,50/MT kepada H. Masdari. Sehingga Rusfidi mendapatkan bagian sebesar USD 0,40/MT. Sejak tahun awal 2010 (kegiatan eksploitasi PT BKS berjalan), pemberian royalti fee ini berjalan sesuai dengan pembagian itu.
PT. BKS hanya mempunyai ijin saja kemudian untuk operasionalnya PT BKS mencari investor, kemudian diperoleh Investor PT KGI. Bahwa royalty fee yang diberikan kepada Dayang Kartini dikirim secara
transfer ke rekening an Dayang Kartini di Bank Mandiri. (AZ)