Wakil Ketua DPRD PPU Berharap PAD dari Pelabuhan Benuo Taka Lebih Optimal
PENAJAM, KALPOSTONLINE | Wakil Ketua I DPRD Penajam Paser Utara (PPU) Raup Muin menilai pendapatan asli daerah (PAD) dari Pelabuhan Benuo Taka belum sepenuhnya optimal. Sebab, tarif bongkar muat barang dan jasa di Pelabuhan Benuo Taka hanya diperoleh dari barang yang akan dikirim ke luar PPU seperti crude palm oil (CPO) dan batu bara. Sedangkan barang dari luar yang dibongkar di Pelabuhan Benuo Taka tidak dikenakan tarif.
Pemberlakukan itu, menurut Raup Muin disebabkan oleh pemerintah daerah yang hanya menerbitkan peraturan bulati (Perbup) tarif barang dari PPU sementara barang dari luar yang masuk PPU tidak diatur.
“Di tengah merosotnya ekonomi akibat pandemi covid-19. Kami mendorong pemerintah untuk memaksimalkan seluruh potensi PAD, salah satunya Pelabuhan Benuo Taka. Kita tahu bersama, sampai 2020, yang dikenakan tarif itu hanya barang keluar, kalau yang masuk tidak dikenakan. Tapi, mengenai tarif barang masuk itu sudah dibuatkan Perbupnya juga. Mudah-mudahan sudah berlaku tahun ini,” jelas Raup Muin, Selasa (23/3/2021).
Menurutnya, dibangunnya Pelabuhan Benuo Taka oleh pemerintah bertujuan meningkatkan PAD.
“Sekali lagi kami meminta Pelabuhan Benuo Taka dimaksimalkan pengelolaannya. Ini juga sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah. Kita tahu APBD mengalami penurunan karena banyak yang dialihkan untuk penanganan covid-19,” papar Raup.
Apalagi kata dia, saat ini Pertamina tengah membangun proyek besar di PPU yakni Refinery Development Master Plan (RDMP).
“Material proyek banyak berasal dari luar daerah, bahkan ada yang dari luar negeri. Inilah yang semestinya disambut oleh pemerintah agar materialnya dibongkar melalui Pelabuhan Benuo Taka,” pungkas Raup. Dengan demikian, dia mendorong pemerintah daerah untuk mengoptimalkan PAD dari sektor Pelabuhan Benuo Taka. Seperti diketahui, sejak pelabuhan beroperasi pada 2017, pelabuhan di Kelurahan Buliminung, Kecamatan Penajam itu pada 2019 hanya menyumbangkan PAD senilai Rp4,9 miliar dan meningkat pada 2020 senilai Rp7 miliar. (ADV)