Rekayasa Surat Tanah, Kejari PPU Didesak Tindak Lanjuti Fakta Persidangan
SAMARINDA, KALPOSTONLINE | Aktivis anti korupsi yang tergabung dalam Jaringan Aktivis Akar Rumput (JANGKAR) Kalimantan Timur mendesak pihak Kejaksaan Negeri Panajam Paser Utara (PPU) untuk menindaklanjuti fakta persidangan terkait perannya oknum pejabat di Pemkab PPU dalam dugaan rekayasa pembuatan surat tanah.
Ada fakta dan bukti di persidangan yang menguatkan Majelis Hakim atas keterlibatan oknum pejabat tersebut, juga adanya berita acara pertemuan di Kantor BPMPD PPU pada Kamis 16 Mei 2013 sesuai dengan undangan pertemuan Nomor. 140/268/BPMPD tanggal 14 Mei 2013.
“Ini kan ada dalam putusan, Kejari PPU harusnya menindaklanjuti untuk proses hukum selanjutnya sesuai fakta – fakta itu,” kata Rony ketua JANGKAR Kaltim pada media ini Selasa (1/12/20).
Langkah Kejaksaan dalam menindaklanjuti fakta persidangan itu sangat diperlukan untuk penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi sekaligus menegakkan rasa keadilan dimasyarakat. Jangkar sendiri menurut Rony akan mengirim surat pada pihak Kejaksaaan agar fakta persidangan itu disidik lebih dalam lagi.
“Jangkar akan surati kejati Kaltim agar kejati memerintah Kejari PPU untuk mengusut lagi fakta persidangan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu,” tegas aktivis yang baru saja melaporkan kasus ketua ALFI Samarinda.
Tindak pidana korupsi yang menyeret Arbasah mantan Kepala Desa Binuang Kecamatan Sepaku Kabupaten PPU disebut juga akibat peran dari Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) PPU saat itu. Tindak pidana korupsi penyalahgunaan Anggaran Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2012 tersebut diantaranya digunakan untuk pembebasan tanah kas Desa Binuang senilai Rp92 juta, dengan total kerugian keuangan daerah sebesar Rp215,5 juta dari dana ADD Desa Binuang pada 2012 yang mencapai Rp1,5 miliar.
Di dalam fakta persidangan yang tertuang dalam putusan No. 01/Pid.Tipikor/2015/PNSmr menyebutkan, Arbasah membeli tanah dari warga yang tidak memiliki legalitas. Kemudian setelah dibeli, legalitas dibuat dengan tanggal mundur atau direkayasa berdasarkan saran atau instruksi dari Kepala BPMPD saat itu.
Kepala BPMPD saat itu yang saat ini masih aktif sebagai pejabat di PPU itu menginstruksikan kepada Arbasah agar tanah milik warga masyarakat yang tidak ada legalitasnya tersebut segera dibuatkan legalitas dengan tanggal sebelum pembelian oleh pihak Desa Binuang. Instruksi Kepala BPMPD tersebut diterima Arbasah saat menghadiri pertemuan di Kantor BPMPD PPU pada Kamis 16 Mei 2013, sesuai dengan undangan pertemuan Nomor. 140/268/BPM-PD tanggal 14 Mei 2013.
Lahan untuk keseluruhan surat atau dokumen tersebut dibuat setelah pembelian lahan dilakukan yakni sekitar Juni 2012, kemudian untuk surat keterangan penggarapan lahan untuk milik tiga orang sengaja dibuat dengan tanggal dan tahun yang berlaku surut atau di tahun 2011.
“Sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan bahwa kerugian keuangan negara atau daerah yang timbul dalam perkara aquo seperti yang telah diuraikan di atas terjadi, tidak disebabkan oleh terdakwa sendiri, akan tetapi melibatkan orang lain dalam hal ini Kepala Kantor BPMPD Kabupaten Penajam Paser Utara, khususnya dalam pengadaan tanah desa,” tegas Hakim Ketua Majelis PN Tipikor saat itu, Muhammad Djamir dalam pertimbangan hukumnya.
Tohar yang saat itu menjabat Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) PPU membantah. Sebagai Kepala BPMD saat itu, Tohar bermaksud agar pemerintah desa menggunakan anggaran sesuai aturan pengelolaan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Sebagai unsur pembina pemerintahan desa pada saat itu, saya minta agar transaksi belanja pemerintah desa akuntabel, dan legal. Sehingga perlu didukung dengan legalitas transaksi dan yang menyertainya. Itu arahan kami. Persoalan diterjemahkan instruksi atau lainya saya tidak tahu,” ujar dia menjelaskan.
Tohar yang merupakan mantan Skretaris Daerah Kabupaten PPU itu mengaku hanya meminta pemerintah desa secara sungguh-sungguh menggunakan anggaran desa secara akuntabel, legal dan transparan. Dengan begitu, Tohar kembali menegaskan, dirinya tidak bermaksud agar Arbasah selaku Kepala Desa Binuang saat itu melakukan tindakan melawan hukum yakni merekayasa legalitas kepemilikan lahan sebagaimana terungkap dan menjadi fakta persidangan.
“Sesuai pemahaman saya, sesuai kronologi pelaksanaan program, kegiatan dan belanja yang telah dilakukan oleh pemerintah desa setempat berkenaan dengan hal dimaksud. Saya menyangkal kalau harapan, arahan permintaan, atau apapun namanya, agar transaksi dilakukan dengan akuntable, transparan, legal dan didukung dengan legalitas yang dapat dipertanggungjawabkan,” tepis Tohar. (AZ)