Suara DPRD Kaltim Pecah, Pengesahan Ranperda Jalan Batubara Tak Dihadiri Gubernur

SAMARINDA, KALPOSTONLINE | Paripurna DPRD Kalimantan Timur pada Senin (11/7/2022) lalu mengagedakan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Batubara dan Kelapa Sawit menjadi Peraturan Daerah (Peda). Namun saat itu paripurna sempat bubar, lantaran rapat hanya dihadiri pejabat sekdaprov. Sehingga rapat sepakat menolak pengesahan raperda itu jika gubernur tidak hadir.
Situasi berubah, dalam kurun kurang dari 35 hari, rapat paripurna digelar kembali pada Senin (15/8/2022) dengan agenda yang sama, juga tanpa kehadiran Gubernur Kaltim Isran Noor. Anehnya rapat kali ini menyetujui pengesahan ranperda itu menjadi perda meskipun Gubernur Isran Tidak Hadir. Suara sejumlah anggota dewan pun terpecah menyikapi pengesahan itu. Bahkan beberapa anggota dewan membuat petisi terkait soal itu.
Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim Sutomo Jabir yang pernah memprotes soal ketidakhadiran gubernur mengaku tidak mengetahui alasan perda itu disahkan.
“Gak tau aku, makanya tadi aku keluar aja. Aku malah sudah buat list petisi tolak paripurna tanpa gubernur tadi. Tapi baru beberapa yang tanda tangan, paripurna sudah berjalan,” jelas Sutomo pada Kalpostonline melalui ponselnya ,Senin (15/8/2022).
Politisi PKB ini menegaskan bahwa, kehadiran gubernur dalam pengesahan sebuah raperda dalam rapat paripurna di DPRD bukan keinginan pribadi anggota dewan, tetapi kehadiran gubernur itu adalah sebuah kewajiban dan diatur dalam Tata Tertib Dewan.
“Karena paripurna yang lalu aku sudah sampaikan bahwa tatib DPRD itu mengharuskan gubernur hadir dan saya pikir pimpinan juga sudah tahu tapi kenapa masih lanjut?” kata Sutomo yang juga menyebutkan rapat dipimpin Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK dan juga seluruh wakil ketua DPRD.
Sebagaimana ditulis media ini sebelumnya, pada Senin (11/7/2022) lalu, DPRD Kaltim menggelar paripurna dengan agenda penyampaian laporan akhir Ranperda Tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Batubara dan Kelapa Sawit menjadi Peraturan Daerah. Paripurna di lantai 6 DPRD Kaltim tersebut dijadwalkan dimulai pukul 10.00 wita, namun rapat molor dan dimulai sekitar pukul 11.10 wita. Gubernur Isran Noor dan wakilnya Hadi Mulyadi tidak hadir. Dari Pemerintah Provinsi Kaltim diwakili Muhammad Aswin, Plt Asisten II Sekprov Kaltim.
Rapat Paripurna dipimpin Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun, didampingi wakil ketua Seno Aji dan Sigit wibowo. Pimpinan Rapat meminta sekwan untuk membacakan kehadiran anggota DPRD Kaltim di paripurna. Sekwan yang diwakili kabag persidangan pun kemudian membacakan agenda rapat paripurna dan mulai menyebutkan kehadiran anggota dewan dari total 55 anggota.
“Di hadiri 25 orang anggota dewan terhormat,” kata Hj. Mardareta Kabag Persidangan.
Samsun kemudian menyebutkan, sesuai dengan tata tertib dewan dibutuhkan 37 orang anggota untuk paripurna. Karena belum kuorum, Samsun lalu meminta para ketua fraksi agar menghadirkan anggota fraksi yang belum sempat hadir.
“Karena paripurna ini tidak difasilitasi dengan zoom kita harapkan semuanya bisa dapat hadir di ruang paripurna, untuk itu rapat kita skor,” kata Samsun.
Namun, saat Samsun akan mengetok palu untuk menskorsing sidang, Sutomo Jabir menginterupsinya. Sutomo mengkritik lemahnya administrasi terkait dengan perda yang akan disahkan, karena anggota dewan tidak memiliki draf ranperda dimaksud. Sehingga membuat anggota kesulitan untuk mengetahui dan memamahi isi perda tersebut. Usai mengkritik persoalan administrasi itu, Ketua Badan Kehormatan DPRD ini kemudian menyorot tajam tidak hadirnya gubernur dalam pengesahan perda. Sutomo Jabir pun meminta pimpinan dewan atau pimpinan sidang untuk menunda atau membatalkan paripurna.
“Jika tadi pimpinan mengusulkan untuk skorsing, mohon maaf saya justru berpendapat lain. Saya mengusulkan kepada pimpinan untuk paripurna ke-25 ini ditunda saja atau dibatalkan saja dulu, atau direschedule ulang saja,” kata Sutomo Jabir.
Menurutnya, perda merupakan produk hukum tertinggi yang dihasilkan di tingkat provinsi sehingga harus dihadiri kepala atau pimpinan tingkat tertinggi pula.
“Ini bukan cuma keinginan saya semata atau pimpinan, tapi ini adalah bunyi tata tertib. Pasal 83 ayat 4 mengatakan bahwa “Rapat Paripurna dalam pengambilan keputusan persetujuan tentang perda wajib dihadiri gubernur” Kalau perkataan wajib tidak ada lagi perdebatan. Ini perintah keharusan, wajib dihadiri oleh gubernur,” tegasnya.
Jabir pun sempat mengkritik kinerja pimpinan dewan yang selama ini terkesan melakukan pembiaran atas ketidakhadiran gubernur dalam pengesahan perda.
“Pertanyaannya adalah, setelah kita mengesahkan beberapa perda, ada gak kehadiran gubernur? Dan saya sayangkan, pimpinan biasa-biasa saja, mestinya pimpinan DPRD menjaga komunikasi yang baik dengan gubernur. Jangan kita melakukan pembiaran terhadap kekeliruan ini,” katanya lagi.
Dilanjutkannya, soal kewajiban kehadiran kepala daerah dalam pengesahan perda juga diatur dalam PP No.12 tahun 2018.
“Bukankah DPRD ini oleh undang-undang diberikan hak untuk meminta pertanyaan untuk meminta keterangan dari gubernur dalam hak interpelasi. Saya minta kepada pimpinan tidak ada lagi perda yang dikeluarkan oleh DPRD ini tanpa kehadiran gubernur termasuk tentang APBD,” kata Sutomo Jabir.
Paripurna ke-25 akhirnya bubar setelah pimpinan rapat Muhammad Samsun meminta pimpinan dan pimpinan fraksi, pimpinan alat kelengkapan dewan untuk rapat internal. Sejumlah pejabat pemprov pun akhirnya meninggalkan ruangan. (AZ)