Soal Sanksi Perusahaan Batubara di Kaltim: Regulasi Ada, Tinggal Kemauan Penegakkan Hukum
SAMARINDA, KALPOSTONLINE | Pimpinan DPRD Kalimantan Timur menanggapi serius surat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI yang telah memberikan sanksi administrasi kepada pemegang izin pertambangan untuk menghentikan sementara kegiatan usaha pertambangannya. Sanksi itu diberikan tidak hanya di Kalimantan Timur tapi juga di seluruh Indonesia, baik untuk pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Kontrak Karya Tahap Operasi Produksi, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi maupun pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi.
Wakil rakyat menilai ada efek hitam dan putih dari kebijakan tersebut, bahkan tidak menutup kemungkinan justru makin tumbuh berkembang IUP yang ilegal di Kalimantan Timur .
“Menurut saya ada dua dampak yang bisa timbul, ada sisi negatif dan sisi positif. Misal sisi positifnya melalui RKAB itu pemerintah bisa mengawasi dan mengendalikan perusahan tambang batubara yang benar-benar bekerja melakukan penambangan batubara sesuai dengan mekanisme aturan hingga tidak meninggalkan kerusakan lingkungan hidup. Namun, sisi negatifnya, jika IUP perusahaan dicabut akan membuka ruang untuk menyuburkan IUP – IUP yang tidak jelas perizinannya,” tegas Muhammad Samsun Wakil Ketua DPRD Kaltim pada Kalpostonline kemarin.
Politisi Senior dari Fraksi PDIP ini menegaskan, bahwa regulasi yang ada sudah cukup untuk menertibkan IUP yang tidak prosedural maupun perusahaan tambang batubara yang nakal. Namun, semua hal itu sangat tergantung adanya ketegasan aparat penegak hukum dan komitmen yang kuat dalam implentasinya.
“Di negara ini sudah terlalu banyak peraturanya, sisi lemahnya adalah penegakkan hukum dari peraturan itu dan ini dibutuhkan kemauan yang kuat untuk hal itu,” tegasnya lagi.
Di Kalimantan Timur sendiri berkisar 20 perusahaan tambang batubara terkena sanksi administrasi dan dihentikan sementara dan IUP terancam akan dicabut. Hal ini terungkap dalam lampiran surat Kementerian ESDM RI Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) melalui surat Nomor B-571/MB.05/DJB.B/2022 tanggal 7 Februari 2022 ditujukan kepada sejumlah direksi. Alasan pemberian sanksi, karena menindaklanjuti surat Nomor B-1435/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 20 Desember 2021 perihal Peringatan Atas Keterlambatan Penyampaian Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) dan Nomor T-5/MB.04/DBM.OP/2022 tanggal 4 Januari 2022 perihal Surat Teguran Terkait Penyampaian RKAB 2022.
“Disampaikan bahwa sampai dengan tanggal 31 Januari 2022, Saudara belum menyampaikan RKAB Tahun 2022. Berdasarkan hal tersebut di atas, dengan ini pemegang PKP2B Tahap Operasi Produksi, Kontrak Karya Tahap Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi, dan IUPK Operasi Produksi dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara,” kata Ridwan Djamaluddin Direktur Jenderal Mineral dan Batubara dalam surat tersebut.
Dirjen Minerba dan Batubara ini juga mengingatkan kepada Pemegang PKP2B Tahap Operasi Produksi, Kontrak Karya Tahap Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi, dan IUPK Operasi Produksi dilarang melakukan kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan, termasuk kegiatan eksplorasi lanjutan sebelum RKAB Tahunan disetujui, sesuai ketentuan pada pasal 66 huruf i Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020.
“Diminta kepada Saudara untuk segera menyampaikan dokumen RKAB Tahun 2022 paling lambat 60 (enam puluh) hari kalender setelah tanggal surat ini. Apabila Saudara tidak menyampaikan RKAB Tahun 2022 sampai batas waktu yang ditentukan, maka IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi akan dicabut sesuai dengan ketentuan Pasal 95 dan Pasal 98 Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 atau PKP2B dan Kontrak Karya akan dilakukan pengakhiran,” demikian kata Ridwan Djamaluddin.
Kementerian ESDM hingga 13 Januari 2022 lalu telah menerima permohonan 4.003 permohonan RKAB tahun 2022 dari perusahaan tambang dan mineral. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 460 RKAB yang ditolak pemerintah dengan rincian 307 RKAB untuk perusahaan mineral dan 153 RKAB perusahaan tambang batubara. Pemerintah menyetujui sebanyak 1.256 permohonan RKAB dengan rincian 416 dari perusahaan mineral dan sisanya 840 dari perusahaan batubara. Terdapat pula sekitar 1.286 permohonan RKAB yang dikembalikan oleh pemerintah. (AZ)