Soal Ancaman Warga dan 13 Kades ke PT. Rea Kaltim Plantations, Anggota Komisi II Minta Pemkab Kukar Turun Tangan
SAMARINDA, KALPOSTONLINE | Wakil rakyat di Komisi II DPRD Kaltim bereaksi ketika mengetahui rencana 3 kecamatan dan 13 kepala desa (kades) yang akan memblokir jalan perusahaan perkebunan PT. Rea Kaltim Plantations di Kabupaten Kutai Kartanegara. Anggota Komisi II DPRD Kaltim Nindya Listiyono mengutarakan, terkait pemberitaan masalah warga dan 13 kepala desa yang akan memblokir akses jalan sebenarnya dapat difasilitasi dengan baik. Menurutnya selama ini, imbauan kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah Kukar agar dapat menyerap tenaga kerja lokal dan pengusaha lokal untuk saling bekerja sama.
“Saya pikir hari ini pemkab atau provinsi terkait dengan kegiatan masyarakat harusnya bisa difasilitasi dengan duduk bareng antara perusahaan, difasilitasi Pemkab Kukar dengan seluruh masyarakat , agar ini diberikan ruang kepada masyarakat untuk dapat berkarya disana,” kata Nindya Listiyono pada Kalpostonline melalui ponselnya, Senin (16/8/2021).
Priya yang akrab disapa Tiyo ini menilai, tuntutan dengan ancaman pemblokiran jalan oleh 13 kepala desa itu kemungkinan juga disebabka oleh miskomunikasi yang terjadi berkepanjangan. Seperti banyak janji perusahaan yang tidak terealisasi. Segingga menurut Tiyo pemkab harus segera turun tangan karena merugikan masyarakat dan juga merugikan perusahaan.
“Harusnya ada win-win solution, jangan win-lose , perusahaan produksinya menjadi profit, tentu PAD juga meningkat. Tapi, tanpa mengesampingkan kearifan lokal. Protes terjadi kalau perusahannya untung banyak, tetapi masyarakat tidak diberi kesempatan untuk bekerja. Nah tentu ini perlu data, perlu fakta, perlu kajian mendalam dan kemudian sekali lagi pemerintah harus segera turun tangan,” tegas politisi muda dari Partai Golkar ini.
Lebih lanjut, Tiyo berpendapat, perlu data kebutuhan tenaga kerja yang perlu disampaikan perusahaan kepada masyarakat. Dicontohkannya, dari 1000 pekerja yang diperlukan dapat dibagi secara proporsional. Misalnya 30% sampai 40% tenga kerja lokal. Keterbukaan data tersebut dinilai akan diterima masyarakat agar tidak terjadi kecemburuan social.
“Kalau bisa yang punya kapasitas untuk bicara, decision maker-nya lah yang turun . dikasih kewenangan untuk kemudian memutuskan,” pungkas ketua AMPG Kaltim tersebut.
Ditulis media ini sebelumnya, 13 kepala desa menilai perusahaan sudah tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat sekitar. Karena, sejak beroperasi pada 1994 lalu di Kembang Janggut, perusahaan telah membuka kebun sawit seluas 32 ribu hektar dengan 3 buah pabrik kelapa sawit (PKS). Namun, hal itu dianggap tidak memberikan dampak positif terhadap desa sekitar. Janji-jani perusahaan yang telah disampaikan secara lisan oleh manajemen PT. Rea Kaltim Plantations maupun yang tercatat dalam dokumen Adendum ANDAL RKL-RPL Tahun 2018 milik PT.Rea Kaltim Plantations banyak yang belum terealisasikan. (AZ)
Penyunting: Hery Kuswoyo