Sekda Samarinda: Menurut Walikota, Rangkap Jabatan Tidak Apa-apa Kok!
SAMARINDA, KALPOSTONLINE | Pejabat ASN di daerah menduduki jabatan rangkap di BUMD memang telah menjadi kebiasaan, sehingga praktik tersebut dianggap kewajaran meskipun banyak pihak menilai praktik itu melanggar aturan. Bahkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Samarinda, Sugeng Chairuddin yang menjadi komisaris di PT. Pelabuhan Samudera Palaran (PSP) karena ditunjuk Walikota Samarinda Syaharie Ja`ang tersebut siap pasang badan bila rangkap jabatannya itu melanggar hukum.
Baca Juga: Sekda Samarinda Dinilai Berpotensi Melanggar UU & PPl
Sugeng menegaskan, dirinya siap apabila ada pihak yang melaporkan dirinya ke kejaksaan maupun kepolisian. Karena menurutnya, praktik rangkap jabatan juga banyak dicontohkan oleh pejabat di lingkungan Pemprov Kaltim yang duduk di BUMD.
“Menurut saya tidak ada yang salah. Kalau ini salah, salah juga dong yang dilakukan oleh Pemprov Kaltim yang ada rangkap jabatan di BPD Kaltim, kan tidak salah tuh!. Kalau perlu saya diperiksa saja di internal, atau kalau memang dilaporkan ke kejaksaan atau kepolisian. Biar semua menjadi terang. Kalau memang yang saya salah tinggal saya mundur saja dari komisaris,” jelasnya, Selasa, 5 November 2019.
Keberanian Sugeng merangkap jabatan itu bukan tanpa sebab. Ia mengaku sudah melaporkan rangkap jabatannya kepada walikota selaku pemberi perintah kepada dirinya. Perintah yang dimaksud yakni Surat Walikota Nomor 210/L-IV/Pemb-KS/X/2016 tanggal 4 Oktober 2016 Perihal Penggantian Jabatan Sebagai Komisaris PT. PSP yang sebelumnya jabatan komisaris diberikan kepada Suko Sunawar dalam pengoperasian Terminal Peti Kemas (TPK) Palaran.
“Saya sudah lapor ke Pak Walikota, menurut beliau tidak apa-apa kok!,” kata Sugeng melanjutkan.
Baca Juga: Kerja Sama TPK Palaran, Sugeng Mengaku Tidak Dapat Manajemen Fee dari PT. PS
Alasannya lainnya, kata dia, diperbolehkan menduduki jabatan komisaris bila kerjasama Pemkot Samarinda dengan PT PSP tanpa saham atau nol persen.
“Kerjasama dengan PT PSP ini Pemkot tanapa adanya saham pemerintah daerah,” katanya.
Sedikit berbeda, Pelaksana Tugas (Plt) Sekdaprov Kalimantan Timur M. Sabani berpendapat ASN tidak boleh menjadi Komisaris di perusahaan swasta murni tanpa adanya saham pemerintah daerah.
Baca Juga: Statusnya Tertulis Swasta di Notaris PT.PSP, Sekda Samarinda: Apa Motifnya?
“Yang tidak boleh itu jadi komisaris pada swasta murni tanpa ada saham pemerintah. Kalau ada saham pemerintah berarti boleh mewakili pemerintah menjadi komisaris, tapi tidak boleh menjadi direksi mana pun,” ujar Sabani.
Sabani hanya mengacu para pada Peraturan Kepegawaian soal diperbolehkannya ASN merangkap jabatan.
“Coba cek aturan kepegawaian dan BUMD,” sebutnya.
Mengutip Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Amzulian Rifai menyebut, UU Nomor 25 tahun 2009 sudah jelas-jelas melarang adanya rangkap jabatan bagi pelayanan publik. Seperti disebukan di Pasal 17 (a) UU tersebut.
“Di pasal itu disebutkan, ‘Pelaksana dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN, dan BUMDaerah’. Tapi faktanya, masih banyak yang melanggar ini,” jelas dia sebagaimana dikutip aktual.com, Rabu (6/6).
Baca Juga: Akhirnya Dimiliki Pelindo IV, Komisi I Pertanyakan Kerja Sama di TPK Palaran
Selain itu, lanjutnya, regulasi lain yang melarang praktik rangkap jabatan komisaris BUMN ini tertulis dalam Pasal 33 (a) UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.
Pasal itu berbunyi, “Komisaris BUMN dilarang memangku jabatan rangkap sebagai anggota direksi BUMN, BUMD, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.”
Juga Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2005 tentang Perubahan atas PP Nomor 29 tahun 1997 tentang PNS yang Menduduki Jabatan Rangkap. Di pasal 2 dsebutkan:
“PNS dilarang menduduki jabatan rangkap, kecuali bagi PMS yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan, (a) Jaksa, merangkap jabatan struktural di lingkungan kejaksaan yang tugas pokoknya berkaitam erat dengan bidang penuntutan atau dapat dberi tugas penuntutatn. (b) Peneliti, dan (c) Perancang.”
Kemudian juga UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, di Pasal 88 (1) PNS diberhentikan sementara, apabila: a. Diangkat menjadi pejabat negara; b. Diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga nonstruktural. Untuk itu, dia menawarkan solusi, agar para birokrat itu untuk secara tegas mengikuti ketentuan perundang-undangan yaitu UU Pelayanan Publik.
“Solusi terkahir, untuk merevisi berbagai peraturan perundangan-undangan terkait upaya legal tersebut. Karena bagaimana pun juga, adanya rangkap jabatan ini telah menghambat upaya negara menghadirkan pelayanan publik prima,” kata dia memungkasi. (AZ/QR)