Masih Sebagai Saksi, Sapto Anggota DPRD Kaltim Kembali tak Hadiri Panggilan Penyidik
SAMARINDA, KALPOSTONLINE | Pengusutan kasus dugaan penggelapan uang Rp2,5 miliar oleh Sapto Setyo Pramono (SSP) oknum Anggota DPRD KalimantanTimur dari Fraksi Partai Golkar mulai memasuki babak kedua, Penyidik Polresta Samarinda meningkatkan status penyelidikan ke Penyidikan.Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) juga telah dikirim ke Kejaksaan Negeri Samarinda.
Penyidik pun telah memanggil Sapto Setyo Pramono (SSP) saat kasus dalam status penyidikan, namun sayangnya untuk kedua kalinya yang bersangkutan belum menghadiri panggilan penyidik. Selasa 2 Juni 2020 Sapto dipanggil penyidik tapi belum hadir. Kasatreskrim Polresta Samarinda Kompol Damus Asa, SH. S.I.K dikonfirmasi media ini membenarkan hal tersebut.
“Ya, belum datang,” katanya melalui pesan WhatsApp.
Perwira muda ini juga menjelaskan ketidakhadiran Sapto masih ada hubungan dengan soal Covid 19.
“Alasan hari ini karena tes Covid dan menunggu hasilnya sehingga belum memenuhi panggilan ,” jelas Kompol Damus Asa.
Sebelumnya Sapto juga pernah tidak hadir dipanggil, melalui Pengacara Sapto mengirim surat ke penyidik menerangkan bahwa yang bersangkutan tidak bisa hadir, karena Sapto ini sempat berinteraksi dengan seorang pasien Covid 19 yang melarikan diri, jadi SSP ini termasuk Orang Dalam Pemantauan (ODP).
Media ini mencoba mengkonfirmasi DR Ompu Sunggu, SH.M.Hum pengacara Sapto soal ketidakhadiran yang bersangkutan terhadap panggilan penyidik Polresta Samarinda. Sayangnya hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari Pengacara Sapto. Meski pun status pengusutan kasus ini sudah masuk dalam penyidikan namun Sapto dipanggil penyidik masih berstatus sebagai saksi.
Kasus ini berawal dari laporan Irma Suryani SH ibu rumah tangga ke Polresta Samarinda. Dalam laporan itu diuraikan bahwa Sapto Setyo Pramono dipanggil oleh pelapor (Irma Suryani) untuk datang kerumahnya kemudian dititipkan sejumlah uang kepada terlapor (SSP) sebanyak 3 kali dengan rimcian, pada 4 April 2019 sebesar Rp1 miliar, kemudian pada 8 April 2019 sebesar Rp1 miliar, dan pada 9 April 2019 sebesar Rp500 juta.
Menurut pelapor uang itu dititipkan agar diamankan oleh terlapor agar apabila uang itu sewaktu waktu diperlukan oleh pelapor mudah untuk pengambilannya. Namun menurut pelapor, faktanya uang tersebut dipergunakan oleh terlapor. Pelapor mengakui tidak mengetahui digunakan untuk apa uang tersebut. Akibat kejadian itu pelapor mengaku mengalami kerugian Rp2,5 miliar. (AZ)