Komisi I Kaji Persoalan Lahan Eks Pinang Babaris
Jahidin: Bukan persoalan baru
SAMARINDA, KALPOSTONLINE | Komisi I DPRD Kalimantan Timur yang membidangi hukum dan pemerintahan mengkaji persoalan lahan eks Pinang Babaris yang disitu juga pernah berdiri sekolah China. Dilokasi itu kini telah berdiri Hotel Ibis dan Mercure. Awalnya hotel itu dibangun oleh Suryadi Tandio pemilik PT. Semoga Jaya dengan meminjam dana ke Bankaltimtara ratusan miliar rupiah. Namun belakangan pihak PT. Semoga Jaya tidak mampu mengembalikan pinjaman hingga pada akhirnya aset itu dilelang Bankaltimtara.
“Saya secara pribadi tahu persis karena saya orang Samarinda, ini kan di take over, yang membangun pertama tidak berhasil alasanya macet, lalu ada pemenang lelang, jadi investor tidak bisa serta merta disalahkan, tidak mungkin segampang itu menanamkan modal kurang lebih 800 miliar tanpa dasar. Nah dasar itu yang dikaji,” ujar Jahidin di gedung dewan belum lama ini.
Baca Juga:
- Komisi l DPRD Kaltim Soroti Pemenang Lelang Hotel Ibis & Mercure Samarinda
- Investasi Rp500 Miliar Lebih di Hotel Ibis & Mercure Samarinda Terancam
- Unras, Massa Desak DPRD Kaltim Bentuk Pansus Eks Lahan Pinang Babaris
- Kredit Macet di Bankaltim, Kejati Selidiki Lahan Eks Sekolah China
- Lahan Eks Sekolah China di Samarinda Harus Kembali ke Negara
- Dibangun Hotel, Kompolnas Minta Sekretaris Kabinet RI Selamatkan Aset Negara di Samarinda
Ia juga menjelaskan persoalan eks Lahan Pinang Babaris juga menjadi sorotan masyarakat yang tergabung dalam aktivis akar rumput.
“Kemarin kami menerima demo yang ada kaitanya dengan permasalahan ini, persoalan ini berulang kali kami tangani, saat 2004 – 2009 saya masih menjadi tenaga ahli di DPRD, kemudian 2014 – 2019 saya sekretaris komisi l, sebelumnya juga pernah ditangani DPRD KALTIM. Jadi ini bukan masalah baru, ” jelas politisi PKB itu.
Menurutnya DPRD Kaltim sejak zaman pak Herlan dan pak Mukmin (Ketua DPRD kaltim, red) sudah merekomendasikan ke BPN agar HGB tidak ditindaklanjuti terkait dengan penerbitan HGB sebelum ada kepastian hukum, tetapi lain realisasinya.
“Ada penyalahgunaan kewenangan di dalamnya, bahkan rekomedasi yang terdahulu dikeluarkan komisi I kalau kita kembangkan itu ada persoalan hukum, stempel menggunakan komisi I pada hal di lembaga ini hanya ada dua stempel, sekretaris dewan dan ketua DPRD. Ada rekomendasi pemalsuaan berita acara tidak melalui paripurna seolah-olah disetujui dan itu terdapat kelemahan-kelemahan. Tetapi tidak ada motivasi kita untuk itu, kita coba penyelesaian ini melalui musyawarah, tapi itu tidak gampang,” katanya lagi. (AZ)