Kasus Penyelidikan Dugaan Korupsi RS Bekokong di Kubar di Sorot Praktisi Hukum

SAMARINDA,KALPOSTONLINE | Proyek pembangunan Rumah Sakit (RS) Bekokong di Kecamatan Jempang Kutai Barat dalam penyelidikan Polda Kalimantan Timur, pihak kontraktor mengaku bingung dengan proses hukum yang bergulir dengan alasan belum adanya Hasil Pemeriksaan Badan Keuangan (BPK) RI. Proyek pembangunan Rumah Sakit (RS) Bekokong, dengan pagu anggaran Rp. 47 miliar, bersumber dari APBD Kubar TA. 2024 tidak selesai tepat waktu pada tahap pertama hingga diduga terjadi kelebihan bayar miliaran rupiah. Menurut Dadang selaku Kontraktor PT Bumalindo Prima Abadi, masalah tersebut, tidak akan terjadi, apabila PPK tidak langsung melakukan pemutusan kontrak.
Salah satu praktisi hukum di Samarinda Jumintar Napitupulu berpendapat bahwa tidak ada pemutusan kontrak, namun waktu pelaksanaan sudah berakhir sesuai kontrak kerja.
” Kalau melihat muatan berita ini, menurut saya tidak ada pemutusan kontrak seperti yang disampaikan penyedia jasa, namun yg terjadi yaitu jangka waktu kontraknya sudah habis sedangkan pekerjaan baru tuntas dengan progres 30.4% dari target yg harus terealisasikan yakni 35% yang berujung pada terjadinya kelebihan pembayaran,” ujar Jumintar pada media ini melalui ponselnya kemarin.
Jumintar berpendapat bahwa, Alasan bahwa apabila ada adendum terkait perpanjangan waktu pekerjaan itu hak dari Pemilik kegiatan untuk memberikan atau tidak, pertanyaannya apakah penyedia jasa sudah mengajukan usulan perpanjangan waktu pengerjaan dengan alasan alasan yang rasional sesuai aturan hukum (sesuai SOP) yang telah ditetapkan? Seperti, alasan karena Perbedaan Kondisi Lapangan pada Saat Pelaksanaan dengan Gambar dan/atau Spesifikasi Teknis/KAK dalam Dokumen Kontrak? Atau Karena Keadaan Kahar.
“Bilamana usulan perubahan atau diperlukan adendum terkait masa pelaksanaan kontrak sudah telah diajukan tapi ditolak, itu baru pertanyaan bagi kita, begitu pun sebaliknya kalau belum diajukan tapi berharap ada perpanjangan waktu pelaksanaan itu sangat tidak mungkin,” katanya lagi
Disisi lain, perihal terjadinya kelebihan pembayaran sebagai akibat yang timbul dari volume kerja yang tidak tercapai, menurut saya jangan menunggu hasil audit inspektorat atau BPK tapi sebagai penyedia jasa lakukan audit penghitungan dengan menggunakan jasa audit independen yang kredibel, jika sudah diperoleh hasil penghitungan kelebihan bayar maka kembalikan lah kelebihan bayar itu ke kas daerah atau kas negara.
” itu tentu akan menutup celah hukum bagi penyedia jasa akan dituduh melakukan suatu tindak pidana menyangkut kerugian keuangan negara. Jangan menunggu audit BPK atau Inspektorat, karna penyedia jasa sudah menyadari ada kekurangan volume pekerjaan sekitar 4.6%,” pungkasnya.
Diberitakan media ini sebelumnya, Kontraktor PT Bumalindo Prima Abadi, Dadang, mengaku dirinya dan Kadis Kesehatan Kabupaten Kubar (Kubar), Ritawati Sinaga, yang juga merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pembangunan RS Bekokong, dipanggil penyidik Polda Kalimantan Tmur (Kaltim).
Kepada wartawan, Dadang, mengaku bingung terkait laporan proyek pembangunan RS Bekokong di Kecamatan Jempang, yang sudah masuk di Polda Kaltim. Padahal, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI, belum turun melakukan audit. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI juga belum ada.
“Saya dipanggil Kasubdit tiga Tipikor Polda Kaltim terkait Proyek RS Bekokong. Jadwal pemeriksaan untuk saya hari Rabu mendatang. PPK sudah diperiksa duluan, minggu kemarin ya,” ungkap Dadang, melalui aplikasi whatsapp kepada wartawan, Kamis (6/2/2025) dikutip dari rri.co.id
Proyek pembangunan Rumah Sakit (RS) Bekokong, dengan pagu anggaran Rp. 47 miliar, bersumber dari APBD Kubar TA. 2024 tersebut, memang tidak selesai tepat waktu pada tahap pertama hingga terjadi kelebihan bayar miliaran rupiah.
Menurut Dadang, masalah tersebut, tidak akan terjadi, apabila PPK tidak langsung melakukan pemutusan kontrak.
“Sesuai aturan, PPK semestinya memberikan perpanjangan masa kontrak atau addendum kontrak. Supaya progres pekerjaan dapat tercapai 35 persen, dan tidak ada kelebihan bayar seperti sekarang ini,” terang Dadang.
Sementara Kadis Kesehatan Kabupaten Kubar, Ritawati Sinaga, dikonfirmasi wartawan terkait pemanggilan dirinya dalam keterkaitan Proyek Pembangunan RS Bekokong, tidak merespon. Rita juga sempat memberikan tanggapannya, namun pesan whatsapp yang sempat dikirim langsung dihapus.
Diketahui, proyek yang sempat dikatakan “tidak gagal” oleh Kadis Kesehatan Kubar itu, yakni untuk tahap I (satu) mulai dikerjakan pada Mei 2024. Namun sampai berakhir masa kontrak pada bulan Desember 2024, progres pengerjaan di lapangan hanya mencapai 30,4 persen.
Sementara, berdasarkan keterangan Inspektorat Kabupaten Kutai Barat, bahwa terjadi kelebihan bayar atas proyek pembangunan RS Bekokong di Kecamatan Jempang, sekitar Rp. 2,1 miliar. (AZ)