Ini Kejanggalan Kerja Sama Antara PT Garuda dan PT Mahata
SAMARINDA, KALPOSTONLONE | PT Mahata Aero Teknologi (MAT) membuat perjanjian kerja sama dengan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sebesar US$ 239,94 juta atau Rp3,36 triliun sejak tahun lalu. Meski tidak ada uang yang dibayarkan (piutang) oleh Mahata, kerja sama selama 15 tahun tersebut dicatat sebagai pendapatan lain-lain oleh Garuda Indonesia.
PT Mahata disebut sebagai perusahaan penyedia layanan konektivitas (on board WiFi) dan hiburan pesawat yang pada Desember 2018 menjalin kerja sama dengan perusahaan milik negara PT Garuda dengan nilai kontrak US$ 239,94 juta.
Dalam kerja sama tersebut, terdapat sejumlah poin yang dinilai tidak sesuai ketentuan, yakni kedudukan para pihak yang bekerja sama seperti, PT Citilink Indonesia dan PT Sriwijaya Air. Hal itu diungkap auditor BPK RI dalam hasil audit semester I tahun 2019.
“Pelaksanaan kerja sama penyediaan layanan konektivitas dan in-flight entertainment PT Citilink Indonesia (anak perusahaan PT Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) tidak sesuai dengan ketentuan,” ungkap auditor BPK dalam laporan hasil pemeriksaannya yang diekspos September 2019.
Lebih lanjut menurut auditor, terkait kedudukan para pihak, yakni Direktur Utama PT Citilink tidak dinyatakan mendapat kuasa dari PT Garuda dan PT Sriwijaya Air (PT SA).
“Oleh karena itu, PT GIA dan PT SA tidak memiliki kedudukan hukum dalam perjanjian,” jelas auditor.
Dalam hal ini, meski disebut dalam perjanjian kerja sama, PT Citilink tidak memiliki kewenangan.
“Objek Perjanjian kerja sama antara MAT dan PT CI hanya mengatur objek perjanjian PT CI. Sedangkan untuk objek perjanjian terkait dengan aset milik PT GIA dan PT SA, PT CI tidak memiliki kewenangan,” kata auditor.
Masih menurut auditor, PT Mahata tidak memberikan jaminan pelaksanaan pekerjaan pemasaangan interconectivity, entertainment system dalam penerbangan.
“Hanya 9 pesawat dari 203 pesawat yang telah memperoleh izin pemasangan dari lessor,” sebut auditor.
Bahkan sejak kerja sama dimulakan, belum ada kesepakatan jadwal instalasi peralatan konektivitas pada pesawat PT Garuda dan PT Sriwijaya Air.
“Objek perjanjian in-flight entertainment yang dikerjasamakan dengan MAT masih terikat perjanjian antara PT GIA dengan pihak lain,” ujar auditor lagi.
Sehingga auditor menyebut PT Mahata yang berdiri sejak November 2017 lalu itu belum melaksanakan sebagian besar lingkup pekerjaan dalam perjanjian kerja sama setelah tanggal efektif dan belum melakukan pembayaran atas tagihan biaya kompensasi sebesar US$241,94 juta.
“Permasalahan lainnya adalah pengakuan pendapatan atas transaksi PT CI dengan MAT pada Laporan Keuangan Konsolidasian PT GIA dan entitas anak untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2018 tidak sesuai standar akuntansi keuangan,” demikian auditor. (OY)