Dasar Hukum Pemotongan TPP PNS di Pemprov Kaltim Dinilai Inspektorat Lemah
SAMARINDA, KALPOSTONLINE | Pembayaran Tambahan Penghasilan PNS (TPP) bertujuan memotivasi Pegawai Negeri Sipil (PNS/ASN) di lingkungan Pemprov Kalimantan Timur dalam bekerja. TPP Kaltim diatur dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2014 tentang Tambahan Penghasilan PNS, dengan besaran TPP berdasarkan jabatan struktural, fungsional tertentu, maupun fungsional umum sesuai dengan golongan/kepangkatan, sebagaimana diatur dalam Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 841/K.104/2014 tentang Penetapan Besaran Tambahan Penghasilan PNS di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Seperti Pergub Nomor 2 Tahun 2014 menyatakan bahwa pemberian tambahan penghasilan diberikan setiap bulan kepada pegawai berdasarkan tingkat kehadiran. Sementara Pemprov Kaltim telah menetapkan Pergub Nomor 31 Tahun 2008 tentang Ketentuan Pengisian Daftar Hadir Bagi PNS di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sebagaimana telah diubah terakhir dengan Pergub Nomor 73 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat atas PergubNomor 31 Tahun 2008 (Pergub No 31 Tahun 2008 jo Pergub No. 73 Tahun 2013).
Pergub No.31 Tahun 2008 mengatur diantaranya ketentuan pengisian daftar hadir. Pergub tersebut juga mengatur mengenai sanksi pemotongan TPP bagi pegawai yang tidak mengikuti ketentuan pengisian daftar hadir. Sanksi pemotongan TPP dikenakan sebesar 5% per hari atas ketidakhadiran seorang pegawai, sedangkan bagi pegawai yang terlambat hadir apel atau pulang mendahului jam kerja yang ditentukan, dikenakan sanksi pemotongan TPP sebesar 3%. Pegawai yang tidak hadir atau terlambat atau pulang mendahului jam kerja sebanyak sepuluh kali atau lebih dalam satu bulan, akan dikenakan sanksi pemotongan TPP sebanyak 50%.
Namun begitu, menurut Inspektorat, Pergub No.31 Tahun 2008 tersebut dinilai tidak tepat digunakan sebagai dasar pemotongan TPP. Sebab tunjangan yang akan dipotong belum ada saat peraturan tersebut diberlakukan. Pemberian TPP baru diberlakukan dengan adanya Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2014 yang di dalam konsiderannya tidak satu pun yang menyinggung Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2008.
Meski pergub itu dianggap lemah, namun Inspektorat Daerah Kaltim melakukan pemotongan TPP. Perhitungan TPP di Inspektorat sebelum pemotongan pada tahun anggaran 2018 sebesar Rp3,5 miliar dan terjadi pemotongan sebesar Rp19,2 juta.
“Penghitungan ulang berdasarkan bukti surat izin yang diperoleh dari sekretariat Inspektorat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan besaran potongan yang seharusnya dikenakan selama tahun 2018,” ungkap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kaltim dalam LHP LKPD Kaltim tahun anggaran 2018.
Pemotongan TPP yang dilakukan selama ini oleh Inspektorat, dianggap sebagai pembinaan kedisiplinan pegawai.
Inspektorat berpendapat, dengan kurang kuatnya dasar hukum pemotongan TPP tersebut, maka pemotongan TPP selama ini dilakukan dengan hati-hati. Inspektur Provinsi Kaltim menyetujui, pegawai yang tidak masuk atau terlambat datang perlu dilakukan pemotongan TPP. Namun demikian karena TPP erat kaitannya dengan hak pegawai, maka pemotongan TPP menurut Inspektorat harus memiliki dasar hukum yang kuat.
Meskipun demikian temuan BPK terkait TPP ini, akan menjadi pemicu bagi Inspektorat untuk melakukan perbaikan. Inspektorat telah mengusulkan perbaikan kebijakan pemotongan TPP, yaitu dengan melakukan revisi terhadap aturan yang mendasarinya.
Selama ini perekaman kehadiran pegawai pada Inspektorat dilakukan dengan menggunakan piranti absensi elektronik yang dikembangkan sendiri oleh Inspektorat. Hal ini dikarenakan
SAO (Sistem absensi online) yang dikembangkan oleh BKD kerap error.
Sekretaris Inspektorat yang membidangi urusan kehadiran pegawai dan perhitungan TPP kepada auditor menerangkan, setiap pegawai yang tidak masuk atau terlambat dengan alasan tertentu harus mendapatkan izin dari atasan dan mengisi surat izin sesuai dengan format yang sudah ditentukan, dan bagi pegawai yang sakit dibuktikan juga dengan melampirkan surat keterangan sakit dari rumah sakit/klinik.
Terkait permasalah itu, BPK merekomendasikan Gubernur Kaltim agar menetapkan kebijakan yang menetapkan peraturan yang digunakan sebagai pedoman dalam perhitungan pemotongan TPP. Rekomendasi berikutnya menetapkan prosedur pemberian izin kehadiran dan format surat izin yang secara tertib digunakan sebagai bukti yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan atas keterlambatan atau ketidakhadiran yang diperkenankan sesuai dengan ketentuan, serta penggunaan piranti absensi elektronik sebagai perangkat yang dapat menghasilkan data kehadiran pegawai yang dapat dipertanggungjawabkan. (OY)