Auditor: Gaji Direksi dan Komisaris PT MGRM Kukar Sulit Diukur
TENGGARONG, KALPOSTONLINE | Direktur Perseroan Daerah (Perseroda) Kutai Kartanegara (Kukar), yakni PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM), Iwan Ratman kepada media ini pernah mengatakan, bahwa gaji direksi dan komisaris PT MGRM berdasarkan hasil kajian LM FEB UI telah selesai. Dari hasil kajian tersebut, Iwan menyebutkan pendapatan atau honor yang diberikan kepada direksi PT MGRM masih di bawah standar kepatutan perusahaan migas.
“Review-nya dari LM UI kan sudah, bahwa gaji direktur hanya 45 persen dari standar migas. Artinya selama ini direktur underpaid atau digaji rendah,” katanya kepada Kalpostonline, Selasa (25/8/2020) lalu.
Meski hasil kajian menyebut gaji masih di bawah standar migas, namun berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kaltim yang dieskpos pada Juni 2020 menyebutkan, hasil penelusuran dari situs Kementerian Dalam Negeri diketahui sampai dengan tahun 2019, peraturan menteri terkait penghasilan komisaris dan direksi BUMD tersebut belum diterbitkan. Kemudian auditor BPK melakukan konfirmasi lanjutan kepada Kepala Bagian Perekonomian Skretariat Pemkab Kukar.
“Diketahui bahwa Pemkab Kutai Kartanegara belum memiliki perda atau perbup yang mengatur terkait penghasilan komisaris dan direksi BUMD dikarenakan peraturan di atasnya yang menjadi petunjuk yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri belum ada, sehingga Pemkab Kukar mengalami kesulitan untuk memformulasikan regulasi tersebut di tingkat daerah,” tulis auditor dalam hasil pemeriksaannya terhadap perusda pengelola saham Blok Mahakam.
Kondisi-kondisi tersebut menurut auditor BPK, menunjukkan terdapat kelemahan pada proses penetapan gaji direksi dan komisaris PT. MGRM dimana Pemkab Kukar sebagai pemegang saham pada PT. MGRM tidak memiliki mekanisme untuk menganalisis atau menelaah usulan gaji yang disampaikan oleh direksi PT. MGRM sebelum disetujui dalam RUPS. Sehingga pada akhirnya besaran gaji direksi dan komisaris PT. MGRM dipermasalahkan dan dilakukan panyesuaian pada RUPS tahun 2019. Sehingga menurut BPK kelayakan gaji direksi dan komisaris PT. MGRM tidak dapat diukur.
“Kondisi tersebut disebabkan oleh Pemkab Kukar belum memiliki regulasi terkait pedoman dalam penentuan gaji direksi dan komisaris BUMD di Kabupaten Kutai Kartanegara,” lanjut auditor.
Auditor pun merekomendasikan agar Pemkab Kukar menyusun regulasi terkait pedoman dalam penentuan gaji direksi dan komisaris BUMD di Kutai Kartanegara.
Awalnya penentuan gaji direksi, komisaris dan pegawai PT MGRM mengacu kepada PT Migas Hulu Jabar yang merupakan BUMD milik Pemprov Jawa Barat selaku pengelola PI di Blok ONWJ (Offshore North West Java). Dari hasil perbandingan dengan PT Migas Hulu Jabar itu didapatkan estimasi upah pokok dengan nilai Rp69,75 juta ditambah tunjangan tetap Rp23,25 juta sehingga upah total sebesar Rp93 juta per bulan. Selain itu direktur mendapatkan fasilitas tunjangan lainnya dengan total per bulan sebesar Rp25,127 juta sehingga penghasilan direktur per bulan mencapai Rp114, 686 juta. Kemudian untuk upah pokok komisaris ditetapkan sebesar 45% dari upah direktur yakni senilai Rp31,387 juta plus tunjangan tetap sebesar Rp10,462 juta. Sehingga honorarium total yang diterima komisaris sebesar Rp41,85 juta per bulan. (OY)