14 IUP di Kaltim Diduga Fiktif, Diterbitkan Menjelang Peralihan Kewenangan
SAMARINDA, KALPOSTONLINE | Pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil alih semua perizinan pertambangan dari tangan pemerintah provinsi. Menelisik waktu transisi perizinan, pengalihan kewenangan tersebut berlangsung sejak 11 Desember 2020 lalu. Sehingga tidak aneh jika pada tiga bulan menjelang masa berakhirnya kewenangan, pemerintah daerah secara jor-joran menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Seperti di Kaltim, diduga terdapat 14 IUP yang bermasalah dan patut berindikasi fiktif.
Sebagai misal, terdapat satu IUP yang diterbitkan pada bulan Agustus, Kemudian ada tiga IUP terbit pada September, lima IUP terbit pada Oktober dan sebanyak lima IUP terbit pada November 2020. Ke 14 IUP yang diduga fiktif tersebut selain batubara dan pasir, juga terdapat pertambangan emas. Terkait hal itu, dari dokumen yang diterima Kalpostonline menyebutkan, dugaan tambang ilegal terdapat 2 aktivitas berada di Kabupaten Kutai Timur, di Kabupaten Kutai Kartanegara terdapat 10 kegiatan ilegal, di Kabupaten Panajam Paser Utara (PPU) terdapat 1 aktivitas, dan di kota Samarinda juga diduga terdapat 1 aktivitas tambang ilegal.
Dugaan IUP fiktif menurut dokumen itu berdasarkan hasil evaluasi tim di salah satu instansi di lingkungan Pemeritah Provinsi Kalimantan Timur pada 2020 berdasarkan surat yang masuk ke instansi tersebut. Misalnya, pertambangan emas yang diduga ilegal (menggunakan IUP fiktif) di Kutai Timur sebanyak 2 perusahaan dengan luas konsesi mencapai 14 ribu hektar. Kemudian di Kutai Kartanegara, dugaan penggunaan IUP fiktif di kabupaten itu mencapai 19 hektar dengan 1 perusahaan memeroleh konsesi minimal 494,52 hektar. Di PPU yang merupakan daerah calon IKN, juga terdapat pertambangan batubara dengan luas 1.197,1 hektar yang diduga menggunakan IUP fiktif. Sementara di kota Samarinda sendiri juga disebutkan adanya dugaan aktivitas pertambangan ilegal seluas 97 hektar dengan menggunakan IUP fiktif. Seluruh IUP yang diterbitkan itu untuk operasi produksi.
“Apabila ditemukan indikasi IUP dalam kaitanya dengan pertambangan yang direkayasa atau palsu, diperoleh tidak sesuai prosedur, harus diungkap siapa oknumnya dan siapa yang bertanggungjawab atas perbuatan itu karena bagaimana pun itu murni kejahatan bila itu ditemukan ijin palsu, bukan sisi pertambanganya yang kita persoalkan tapi sisi kejahatanya terkait perizinan itu yang diterbitkan tapi palsu,” kata Ketua Komisi I DPRD Kaltim DR.Jahidin. MH pada Kalpostonline belum lama ini.
Penerbitan perizinan pertambangan saat itu masih menjadi kewenangan Pemprov Kalimantan Timur dalam hal ini Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Namun demikian, dugaan terbitnya IUP fiktif yang merupakan hasil evaluasi intansi di lingkungan Pemprov Kalimantan Timur itu dibantah Kepala DPMPTSP Kalimantan Timur, Puguh Harjanto. Menurutnya, evaluasi pada tahun lalu itu tidak terhubung dengan dugaan diterbitkannya IUP fiktif.
“Evaluasi yang dilakukan akhir tahun lalu terkait peralihan kewenangan (dari Pemprov Kaltim ke pemerintah pusat). Sehingga kita rekonsiliasi data dengan ESDM pusat, yang belum selesai prosesnya kita serahkan dokumen dan tindaklanjutnya ke pusat,” ungkap Puguh menjelaskan. (TIM)